Rabu, 17 Mei 2017

Membaca Fenomena Islamphobia dan Kriminalisasi Ulama oleh Rezim Penguasa

Kriminalisasi Ulama Mirip Seperti 1965
Kini tersiar kabar dimedia sosial yang sedang viral, bahwa ulama Surabaya Ust Hasyim Yahya selaku ketua dewan pengurus Yayasan Masjid Mujahidin –salah satu masjid komando penumpasan PKI dan titik kumpul Aksi Bela Islam 212- akan dipanggil penyidik Kepolisian Resort Tanjung Perak Surabaya pada besok Selasa 16 Mei 2017 pk 10.00 di ruang reskrimum. Pemanggilan salah satu tokoh dan ulama Surabaya yang vokal ini adalah sebagai saksi yang diduga melakukan tindak pidana dengan menyebarkan permusuhan, kebencian atau isu SARA.

Bahkan melalui pesan singkat grup keluarga dan tetangga, seruan aksi simpatik dengan mendatangkan ratusan bahkan ribuan massa kemungkinan akan pecah lagi di kota Pertempuran akan terulang kembali. Karena masyarakat muslim Surabaya kian cerdas membaca bahwa Ulama dan tokoh mereka sepertinya dibidik oleh rezim penguasa.

Dalam kurun sepanjang tahun 2016-2017 negara ini sedang diuji kebhinekaan dan persatuan oleh Sang Pencipta. Agar nantinya negara ini kian dewasa dan bisa membina saudara-tetangga atau bahkan lawan pun menjadi segan terpana. Membaca situasi kondisi politik terkini, para tokoh dan alim ulama sepertinya telah dan sedang menjadi bidikan para antek rezim neo-komunisme dan neo-kolonialisme.

Catatan sejarah di negeri ini menunjukkan bahwa Habib Rizieq selaku Imam Besar FPI, KH. Ma’ruf Amin Ulama senior MUI dan Rais Aam PBNU, KH. Tengku Zulkarnain, dan Ulama penggerak aksi 212 menjadi pemberitaan nasional di media sosial. Termasuk juga yang saat ini sedang ngetrend dijagad dunia maya dan dunia nyata termasuk dikalangan Tokoh-Ulama-Mahasiswa yakni HTI tak luput tertinggal membahana.

Perlu kita cermati bahwa, pasca Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) kepleset ujaran kebencian pada surat Hidangan (Al-Maidah: 51), kriminalisasi ulama dan tokoh kian riuh menyeruak keangkasa maya, stempelisasi makar terhadap negara digelindingkan kepada siapapun yang bersebrangan dengan penguasa. Islamphobia dan radikalisme kian kencang dihembuskan ke masjid dan kampus tempat menimba ilmu dan pahala.

Dalam sejarah peristiwa pertempuran (heroik) pada tahun 1945 menjadi bukti bahwa dengan peran alim ulama dan pemuda serta takbir yang lantang mengelegar, telah menggetarkan jiwa pasukan dan istana Belanda.

Menjadi perhatian bagi kita sebagai generasi bangsa ini, sejatinya ancaman negara adalah neo-komunisme dan neo-kolonialisme dengan bentuk dasar sekulerisme (memisahkan urusan agama dengan politik), ancaman nyata narkoba dan seks bebas. Inilah ancaman nyata negara!

Umat Islam bukanlah pihak yang mengancam kesatuan apalagi kebhinekaan. Jangan tuduh kami dengan stempel murahan dan memuakkan. Wahai penguasa dan para pemangku kebijakan serta aparat kepolisian. Marilah kita bertaubat pada Allah SWT dengan melepaskan jerat rantai jebakan antek penjajah neo-komunisme neo-kolonialisme. Hormatilah para ulama, sang pewaris para nabi. Jadilah Anda lelaki pemberani dengan memberikan loyalitas kemuliaan pada Islam dan kaum muslimin. Insyaallah kita akan selamat bangsa, dunia dan akhirat.

Sungguh, beliau para alim ulama kita adalah pewaris para nabi dan rasul. Siapa lagi yang bisa kita jumpai jika tidak membela para alim ulama sang pewaris ilmunya Rasulullah SAW. Kini pewaris itu menjadi bidikan rezim dan antek neo-komunisme neo-kolonialisme. #SaveUlama

Tetaplah bersatu wahai saudaraku!
Sekarang saatnyalah bagi para pemilik kekuatan untuk bersikap dan berdiri gagah bersama para alim ulama menjadi garda terdepan Para Pembela Islam dan Pewaris Para Nabi. Inilah bentuk nyata ketaatan dan ketaqwaan para lelaki pemberani menyikapi situasi politik saat ini.

Dan kami pun sebagai _Arek Suroboyo_ yang darah kami mengalir darah para pejuang. Kami siap menjadi benteng dan bambu runcingnya para ulama.

01.45, Bumi Resolusi Jihad dan Pertempuran, Surabaya 15 Mei 2017
Oleh: Adam Syailindra*
_Koordinator CAS (Cangkrukan Arek Surabaya) dan SMPAI (Serikat Mahasiswa Pemuda Aktivis Indonesia)_


EmoticonEmoticon