Sabtu, 20 Mei 2017

Hilangnya Keramat Gunung Beser

Ilustrasi Gunung Beser
Disebelah barat kampong ada gunung yang tidak begitu besar. Disebut gunung barangkali tidak tepat karena areanya terlalu kecil. Lebih tepatnya disebut bukit. Tapi, penduduk kampung, sejak dulu sampai sekarang, menyebutnya dengan Gunung Beser.

Meski areanya kecil, jangan Tanya siapa saja penduduk yang pernah masuk ke dalam Gunung Beser. Mereka akan bergidik hanya membayangkan keangkerannya. Mereka, dari kakek-nenek sampai anak-anak, hapal cerita keangkeran Gunung Beser.

Konon, saat pendudukan Belanda, di kampong saya ada seorang maling budiman. Seperti Jaka Sembung dari Cirebon atau Robin Hood dari Inggris. Maling Budiman itu sering merampok harta milik Belanda atau orang-orang kaya yang tidak loyal kepada rakyat yang menderita. Harta hasil jarahan itu secara diam-diam dibagikan kepada rakyat.

Sekali waktu, maling budiman yang selalu menutup wajahnya saat merampok dan menyantuni rakyat itu, ketahuan oleh Belanda. Maling budiman itu ternyata salah seorang penduduk kampong. Dia dikejar oleh pasukan Belanda dan centeng-centeng demang.

Jayasakti, begitu nama si maling budiman itu, lari ke Gunung Beser dan bersembunyi. Bertahun-tahun pasukan Belanda dan centeng-centeng demang mengepung Gunung Beser, tapi Jayasakti tidak pernah menyerah. Pasukan Belanda dengan dipandu centeng-centeng demang pernah melacak Jayasakti ke dalam Gunung, tapi tidak ada seorang pun dari mereka yang selamat. Kata orang-orang pintar, Jayasakti bersemedi dan tubuhnya menjadi pohon harum yang baunya dibawa angina ke sekitar gunung.

Karena cerita yang dipercaya kebenarannya itu, tidak seorangpun berani masuk ke kelebatan Gunung Beser. Mereka menghormati perjuangan yang pernah dilakukan si Maling budiman. Tapi selain itu, konon, mereka takut masuk ke dalam gunung karena dulu ada beberapa orang pencari kayu bakar yang nekat masuk ke dalam tetapi dia bernasib seperti pasukan Belanda dan centeng-centeng demang itu, tidak bisa kembali.

Siapa pun akan berhati-hati bila harus berhubungan dengan Gunung Beser, Para pencari kayu bakar dan penyabit rumput hanya benari sampai ke kaki gunung, sebelum mengambil air dari danau kecil untuk kebutuhan kebun dan sawah, ketua kampung mengadakan syukuran kecil dan meminta ridho dari penguasa Gunung Beser.

Sejak saya ingat, cerita yang diketahui seluruh penduduk kampung juga meliputi kharisma Gunung Beser. Tiap malam tertentu, katanya dari Gunung Beser keluar cahaya yang begitu menyejukkan. Hanya orang tertentu yang bisa melihat cahaya itu. Konon, bila bila seseorang dapat melihat cahaya itu dengan mata batinnya, maka ia termasuk orang yang bijaksana dan tinggi ilmunya. Bila ada seorang saja dari seluruh penduduk kampung yang melihat cahaya itu, artinya Mbah Jayasakti begitu penduduk kampung menyebut penghuni Gunung Beser, melindungi kampung. Akan tetapi, bila ada orang yang sembrono melanggar keheningan Gunung Beser. Mbah Jayasakti bisa marah. Jangankan menebang pohon tanpa izin, masuk saja ke dalam gunung bisa kualat, itulah sebabnya penduduk kampung begitu takut mengganggu ketenangan Gunung Beser.

***
Bagi saya Gunung Beser menyimpan kenangan tersendiri. Sejak umur 5 tahun saya sering tidur di rumah kakek. Setiap subuh kakek membangun saya dan mengajak pergi ke masjid kecil di pinggir sawah. Saya yang kadang masih merasa ngantuk, begitu turun dari rumah selalu takjub melihat Gunung Beser berdiri kokoh. Saya merasa kesegaran pagi-harum dedaunan dan bau tanah-adalah bau khas Gunung Beser. Saya selalu berharap begitu turun dari rumah bisa melihat gunung bercahaya.

Selesai shalat, kakek biasa mengontrol air sawah. Saya selalu menguntitnya dari belakang tanpa banyak bicara. Barangkali anak lain akan mengeluh karena air dan udara sawah dingin. Akan tetapi, saya tidak, saya menyukai kesegaran air dan udaraa itu. Tak jarang saya mandi di pancuran sawah.

Dari pematang yang lebar-lebar, saya menyaksikan bagaimana Gunung Beser memberikan air yang melimpah. Nama Gunung Beser sendiri berrarti mengeluarkan air terus-terusan. Mata air yang berada di kaki gunung mengalirkan sungai yang lumayan besar. Sebagian air itu dialirkan ke kampung untuk memenuhi bak-bak mandi. Sisanya banyak mata air kecil yang dipakai penduduk sebagai pancuran.

Saya beberapa kali melihat petani berburu berang-berang atau tikus. Mareka mengasapi seluruh lubang yang ditemui. Bila ada buruan yang keluar, orang mengejar sambil terak-teriak. Tentu pemukul tidak ketinggalan ikut bereaksi. Sekali berburu, puluhan tikus atau berang-berang bisa didapatkan.

Bila panen tiba, setiap petani yang punya sawah luas akan mengadakan syukuran. Para tetangga diundang. Ikan ditangkap atau ayam disembelih. Saya selalu senang. Selain sering dibawa kakek ke tempat syukuran, saya senang dengan hari-hari di sawah. Anak-anak seluruh kampung mengalihkan tempat bermain ke sawah. Ada yang bikin baling-baling, bermain musik dengan terompet-terompet kecl dari pohon padi, atau berburu burung Beker.

***
Kedamaian kampung saya mulai terusik saat jalan besar yang menghubungkan kota kecamatan dan kota kabupaten diperbesar dan diaspal. Memang aspal alakadarnya, tidak sebagus sekarang. Akan tetapi jalan itu memberikan gejolak tersendiri. Para petani hilir mudik ke kota kabupaten, menjual hasil bumi. Anak-anak remaja tidak sedikit yang kemudian meneruskan sekolah ke kota. Pembangunan pabrik-pabrik semakin santer diinformasikan orang kecamatan.

Perkenalan kampung saya dengan dunia luar, menyadarkan penduduk bahwa di luar sana sudah banyak yang terjadi. Kebutuhan hidup semakin meningkat. Kampung saya semakin sibuk. Ngobrol-ngobrol santai di masjid sehabis shalat jarang dilakukan para orang tua. Bila panen tiba, undangan syukuran semakin jarang. Panen pun hanya dilakukan oleh segelintir orang, tidak lagi merupakan pesta kampung.

Kebutuhan yang semakin mendesak itu memaksa penduduk kampung untuk memfungsikan segala yang dipunyai. Para lulusan sekolah dari kota merencanakan untuk membuat pertanian terpadu di kaki gunung dengan melibatkan seluruh penduduk. Pengelolaan kaki gunung itu dilakukan dengan gotong royong. Pembangunan pabrik air mineral dan tekstil mulai dibuat orang kota. Saya waktu itu sudah meningkat remaja.

Perselisihan antarpenduduk mulai terasa ketika penggerak pembangunan yang merupakan lulusan sekolah dari kota itu merencanakan untuk membuka sebagian Gunung Beser, untuk perluasan lahan pertanian dan kebutuhan pabrik. Banyak penduduk yang tidak setuju. Akan tetapi, tidak sedikit yang mendukungnya.

Semakin banyak penduduk yang mendukung pembukaan Gunung Beser. Sebagian yang masih menghormati kharisma Gunung Beser, datang ke rumah kakek. Mereka meminta pendapat kakek. Saya tidak tahu apa yang dikatakan sebelum mereka pulang. Besoknya waktu wakil dari panitia pembangunan itu datang ke rumah kakek. Mereka tahu bahwa kakek adalah kunci dari masalah ini. Penduduk yang tidak setuju dengan pembukaan Gunung Beser hanya akan mendengarkan apa yang dikatakan kakek.

Saya tidak begitu jelas menangkap apa yang dibicarakan mereka. Akan tetapi, dari nada suara yang semakin meninggi, saya tahu bahwa mereka bersitegang. Saya mengintip peristiwa itu dari balik kamar. Saya bersiap meloncat seandainya mereka melakukan kekerasan terhadap Kakek. Akan tetapi, kejadian yang saya lamunkan itu tidak terjadi. Mereka pulang setelah terlebih dahulu menyalami kakek. Besoknya saya baru tahu bahwa kakek menyetujui pembukaan sebagian Gunung Beser.

"Saat ini saat sulit", kata Kakek ketika malamnya saya menanyakan kenapa Kakek menyetujui pembukaan sebagian Gunung Beser. "Semakin banyak kebutuhan hidup dan semakin banyak orang yang merasa pintar. Tapi, orang-orang pintar itu tidak tahu tentang kebijaksanaan. Mereka tidak sadar bahwa sebagian besar manusia yang ada di dunia ini adalah yang ada di bawah standar kepintaran. Kisah Mbah Jayasakti masih diperlukan untuk melindungi Gunung Beser. "

Saya kurang mengerti apa yang dikatakan Kakek. Dan ketika malam besoknya kakek bercerita bahwa Mbah Jayasakti dan keangkeran Gunung Beser itu tidak ada, saya semakin tidak mengerti dengan kakek kalau begitu, kenapa tidak dari dulu Gunung Beser itu dibuka?

"Gunung Beser akan marah kalau dibuka," kata Kakek.
"Kan Mbah Jayasakti dan keangkeran itu tidak ada."
"Ya, tidak ada. Akan tetapi, Gunung Beser akan tetap marah bila dibuka."
"Kenapa Kakek menyetujui?"
"Mereka berjanji akan membuka sampai perbatasan kaki gunung saja."

Pembukaan kaki Gunung Beser itu akan dilakukan bergoton-royong Bantuan tenaga dan dana besar dari pihak pabrik disambut masyarakat. Kejadian yang semakin langka itu ditandai dengan syukuran kampung yang dipimpin oleh pak bupati yang sengaja datang. Tidak ada kejadian-kejadian aneh selama pembukaan kaki gunung. Tanaman pun tumbuh bagus karena tanahnya memang subur dan air melimpah. Rumah-rumah dibangun karena pabrik-pabrik membutuhkan pekerja banyak yang sebagian besar didatangkan dari daerah lain. 

Para penggerak pembangunan itu mendapatkan pujian dari hampir seluruh penduduk kampung. Mereka dibicarakan di setiap pertemuan resmi dan tidak resmi. 

Kakek meninggal tidak lama kemudian. Kematian Kakek tidak mendatangkan perhatian yang besar dari penduduk. Saya sedikit cemburu kepada penggerak pembangunan yang sudah mencuri perhatian penduduk dari Kakek itu. Tapi, kecemburuan itu bisa diredam karena saya yang sudah masuk sekolah menengah mengagumi juga apa yang mereka lakukan.  

Keberhasilan pertanian dan pabrik itu memberi kemewahan tersendiri bagi kampung saya. Sarana-sarana umum dibangun. Banyak rumah memiliki pesawat televisi. Semakin banyak anak-anak yang meneruskan sekolah ke kota. Akan tetapi, kepercayaan bahwa keangkeran Gunung Beser itu tidak ada, mendorong penduduk untuk membuka Gunung Beser lebih jauh. Tempat-tempat pertanian baru dibuka, rumah-rumah dibangun, pengusaha-pengusaha yang memanfaatkan mata air besar dibangun. Izin-izin pengelola Gunung Beser banyak dimiliki orang. Pohon-pohon besar ditebang. Yang tidak punya izin, berdagang kayu sembunyi-sembunyi. 

Gunung Beser bercahaya siang malam. Sinar matahari memantul dari bangunan-bangunan dan daerah-daerah kering. Malam bercahaya oleh semaraknya listrik. Penduduk kampung, termasuk saya, menyambut kemajuan itu. Akan tetapi, mereka termasuk saya, tidak menyadari bahwa di kampung semakin sering terdengar berita adanya perkelahian petani gara-gara berebut air, para remaja putus sekolah kebingungan mencari kerja karena menggarap lahan pertanian yang semakin tidak subur itu terasa rendah, musim yang datang tidak lagi bersahabat. Tiba-tiba saya merasa bahwa hal seperti itu merupakan bagian dari kampung saya. 

Kekeringan di musin kemarau dan banjir-banjir kecil di musim hujan tidak asing. Tapi, para penduduk tidak menyerah. Alam hars ditaklukkan. Kipas angin dan kulkas menjadi kebutuhan di musim kemarau. Bendungan-bendungan kecil dibangun untuk menanggulangi musim hujan. Tiba-tiba saya merasa bahwa persahabatan dengan alam menghilang dari kamus kampung saya.

Perlawanan terhadap alam itu berakhir ketika tahun yang oleh peneliti disebut El Nino itu tiba. Kekeringan membakar kampung saya. Banyak bangunan dan lahan yang angus. Dan, saat musim hujan tiba banjir besar melanda. Rumah-rumah hanya kelihatan atapnya. Saya sedang duduk diatas rumah ketika bantuan puluhan perahu itu tiba. 

Saya hanya bisa mencatat peristiwa-peristiwa seperti itu tanpa mengerti apa yang tekah terjadi. Seperti kebanyakan remaja di kampung saya, saya kebingungan dengan banyak peristiwa. Saya merasa bahwa keinginan saya satu-satunya saat ini adalah bermain gitar dan berteriak sepuas-puasnya. 

Cerpen oleh : Yus R. Ismail, judul asli "Pohon Keramat"

3 comments


EmoticonEmoticon