Senin, 04 Desember 2017

Untuk Pecinta Ustadz Abdul Shomad, Beliau Bukan Malaikat Apalagi 'Tuhan'

USTAD ABDUS SHOMAD ITU BUKAN MALAIKAT, APALAGI ‘TUHAN’.
( Sebuah Surat Terbuka Untuk Para Pecinta Ustad Abdus Shomad )


✍ Oleh: Maaher At-Thuwailibi
Kami mencintai Ustad Abdus Shomad karena Allah..., sebab cinta yang menghubungkan kita sesama mukmin, membuat kita menggapai satu kedudukan di sisi Allah yang tidak dicapai hanya dengan mengandalkan amalan-amalan pribadi kita. Mencintai dan dicintai adalah fitrah semua manusia. Cinta itu bersih dan suci, tapi sayangnya tanpa sadar kita sendiri yang membuatnya ternodai.

Diantara prinsip yang tertanam ialah kami meyakini Allah maha tinggi bersemayam di atas ‘Arsy, tapi kami bisa duduk bersama dengan Ustad Abdus Shomad yang beraqidah Asy’ari. Kami mengenakan pakaian diatas mata kaki, tapi bisa makan semeja dengan Ustad Abdus Shomad yang bermazhab Syafi’i. kami tak setuju jika saudara-saudara NU di anggap sesat dan dibenci, walau kami sendiri di tuduh “wahabi”. Ah, sudah lah. habis waktu dan energi untuk mengurusi perbedaan yang tak berkesudahan, lebih baik ku merenung tuk mempersiapkan bekal menghadapi kematian dan mempersiapkan anak-anakku tuk menjadi pemimpin-pemimpin islam di masa mendatang.

Tak dipungkiri, naiknya rating Ustad Abus Shomad menurunkan rating da’i-da’i kondang lainnya yang sempat meramaikan jagad dakwah wal bil khusus “medsosiyyah wal youtubeyyah” (sebut saja Dr.Khalid Basalamah, Oemar Mita,Lc. dan Adi Hidayat,Lc.MA). demikianlah sifat medsos, gampang naik dan gampang tenggelam. iman manusia akan di uji, sebesar apakah kecintaanya kepada sosok guru agama atau juru dakwah; apakah kecintaannya sebesar kecintaannya kepada ilmu yang diajarkan atau kecintaannya itu hanya sebatas naik-tenggelamnya rating sang ustad di sosial media !?

Orang beriman, akan membangun cinta kepada sesama atas dasar kecintaannya kepada Allah. Bukan atas dasar kepentingan, cari perhatian, atau karena hawa nafsu. adapun orang munafiq (yang terdapat nifaq dalam hatinya) membangun cinta dan benci bukan karena Allah, maka kecintaan itu tidak akan membuahkan kecintaan Allah, justru akan mendatangkan kemurkaan-Nya.

Berlebihan memuji dan mencintai, biasanya akan berlebihan ketika membully dan mencaci maki. padahal ketahuilah wahai Akhi, Ustad Abdus Shomad itu adalah manusia. Manusia biasa yang takkan pernah luput dari silap dan dosa. Maka cintailah ia ala kadarnya dan bencilah ia ala kadarnya. Kecintaan kepada Ustad Abdus Shomad bukan berarti menafikan segala kritik yang diarahkan kepadanya (selama kritik itu objektif dan ilmiah), demikian pula kritik yang ditujukan pada beliau jangan sampai menafikan rasa cinta kepadanya sebagai makhluq Allah yang berharap surga.

Semakin lama kami mengamati, semakin bermunculan sikap-sikap yang berlebihan dan cenderung melampaui batas; kultus individu dan otokritik tanpa disadari mewabah dan tumbuh subur. (suka tidak suka kami harus sampaikan kebenaran secara terbuka. Karena dakwah itu bukan mencari muka manusia, tapi menyampaikan kebenaran walau pahit dirasa).

Akhi, kami mengkritik sebagian besar kawan-kawan “Salafi” diantara faktornya adalah sikap ‘ashobiyyah (fanatik buta) mereka pada guru-guru mereka; sikap berlebihan mereka terhadap ustad-ustad mereka yang mereka anggap sudah pasti benar dan yang lainnya salah semua. jika antum bersikap SAMA dengan mereka tatkala menyikapi sosok Ustad Abdus Shomad, maka apa bedanya antum dengan mereka ??

Kami membela sosok Ustad Abdus Shomad sesuai pada porsi dimana beliau pantas di bela. kami membela Ustad Abdus Shomad, bukan berarti mencampakkan sikap proporsional terhadapnya sebagai makhluq Allah yang tak suci tanpa dosa. ketika beliau di jatuhkan kehormatannya, di rusak nama baiknya, maka kami bangkit untuk membela ‘IZZAH & MARWAH tokoh agama. karena kecintaan kepada ulama adalah tanda adanya iman di dalam dada, dan sebagai tanggung jawab seorang mukmin yang membela kehormatan sudaranya. tetapi ketahuilah akhi, bukan berarti setiap yang datang dari Ustad Abdus Shomad adalah sudah pasti semuanya benar dan kritikan yang datang menghampirinya sudah pasti semua salah. Tidak! Ingat, dia adalah manusia yang berasal dari tanah. bukan makhluq tuhan yang di cipta dari cahaya.!

Jika demikian adanya sikap yang kita bangun, justru itu mencederai hati Ustad Abdus Shomad. karena sejatinya, ia ingin kita mencintai dirinya karena kebenaran. bukan mencintai kebenaran karena dirinya. kata Imam Syafi’i Rahimahullah, Apa-apa yang datang dariku jika bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah maka ambillah, jika tidak maka buanglah!”

Sebagai penutup, kami berikan contoh sederhana. jika sekiranya datang kritikan ilmiah terhadap Ustad Abdus Shomad, maka tak perlu anda berlomba-lomba mencari bantahannya, sibuk melapor ke sini dan ke sana, lalu bikin viral di sosial media. anda ini penuntut ilmu atau pemain sepak bola? Wallahi kami jadi muak juga lama-lama 😃

Jika ada tulisan -atau apapun itu- yang mengkritik Ustad Abdus Shomad atau ustad-ustad lainnya, maka liat kontennya, lihat isinya, lihat esensinya. jangan lihat penulisnya. Ada ungkapan:

انظر ما قيل ولا تنظر من قال
“Lihat apa isi yang dikatakannya, jangan lihat siapa yang mengatakannya!”

Antipati terhadap sikap beragama atau manhaj dakwah sebagian besar kalangan “Salafi” bukan berarti setiap yang datang dari da’i-da’i Salafi semunya menjadi tak berarti. tetapi lihat isinya. jika isinya ilmiah (dalam batas debatable), maka bantah dengan ilmiah (itupun kalau anda bisa). kalau tidak bisa, ya diam. biarkan para ahli agama yang mengambil bagiannya. tugas anda dan saya adalah belajar agama, bukan menjadi “mufti” di dunia maya. Namun jika isinya provokatif, isinya propaganda, isinya melanggar batas etika, atau menjatuhkan kehormatan dan wibawa, atau mengandung tendensi pecah belah; baru KITA ANGKAT SUARA UNTUK MENGHADAPINYA. karena kezholiman tidak layak dibiarkan melengggang merusak persatuan.

Berulang kami katakan, bahwa berbeda tak mesti berpecah. tergantung bagaimana gaya kita dalam meng-ekspresikannya. oleh karenanya jangan buat perbedaan itu menjadi sumbu perpecahan. terbukti, kami BERBEDA dengan Ustad Abdus Shomad bisa duduk bareng, makan semeja, ngobrol semobil, saling memberi hadiah, dan merajut ukhuwah.

Kritik meng-kritik dan bantah-membantah bukanlah hal baru. ia merupakan hal biasa dalam sejarah para ulama dan hal yang biasa dalam khazanah keilmuan. tinggal bagaimana kita menyikapinya. Selama kritikan dan catatan-catatan itu masih dalam bingkai ILMIAH, maka jadikan itu sebagai bahan muthola’ah, khazanah islamiyyah, belajar agama, membaca dan menalaah, jangan hanya bikin heboh di facebook atau grup-grup WA.

Nas-alullah al-‘aafiyah wa salaamah.


EmoticonEmoticon