Rabu, 02 Mei 2018

LIPIA Bakal Berubah Jadi IIPIA?

Posisi LIPIA yang telah berdiri sejak tahun 1980 di Jakarta memang agak dilematis. Di satu sisi, LIPIA pada dasarnya adalah sebuah kampus negeri milik Kerajaan Saudi Arabia, yaitu Jamiah Al-Imam Muhammad Ibn Suud Al-Islamiyah atau Universitas Islam Muhammad Ibnu Suud, yang berpusat di ibukota Riyadh.



Sedangkan yang di Jakarta adalah cabang (sering disebut far') Indonesia. Selain di Jakarta, juga ada cabang di Jepang, Amerika dan lainnya. Namun yang terbesar memang yang ada di Jakarta, dengan nama lokal LIPIA.

Sebenarnya ketika awal berdiri dulu, namanya bukan LIPIA, tapi LPBA yaitu Lembaga Pengajaran Bahasa Arab. Beralamat awal jalan Raden Saleh, kemudian pindah ke Jalan Salemba. Lalu mulai membuka program kuliah S-1 dengan satu-satunya fakultas yaitu Fakultas Syariah 8 semester, jurusan Perbandingan Mazhab. Dan namanya kemudian berubah jadi LIPIA, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab.

Namun keberadaan sebuah kampus negeri milik negara asing di Indonesia, sedikit banyak memang tetap jadi kendala, kalau mau diakui secara formal dan sah. Tidak bisa dianggap sebagai kampus swasta karena memang bukan kampus swasta. Sehingga merujuknya bukan ke kopertis atau pun kopertais. Merujuknya harus ke kampus negeri juga seperti UIN Jakarta.

Secara badan hukum, statusnya pun tidak bisa disebut universitas, karena fakultasnya yang cuma satu. Mungkin statusnya hanya Sekolah Tinggi saja. Namun juga terbuka kesempatan untuk menaikkan status menjadi Institut, asalkan mampu memenuhi persyaratan.

Sudah hampir 40 tahun berjalan, namun statusnya masih belum jelas dalam ranah hukum resmi di Indonesia. Maka di tahun 2018, ketika semua perizinan mulai diperketat, mulailah perijinan ini diurus secara lebih serius.

Pilihannya adalah berubah menjadi Institut, bukan Sekolah Tinggi ataupun Universitas. Maka perubahan status ini berdampak pada perubahan nama. YAng awalnya menggunakan istilah LEMBAGA, berubah menjadi INSTITUT. Ke depan nama resminya juga akan beruah menjadi Institut Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab, disingkat menjadi IIPIA.

Perubahan ini berdasar atas pengajuan dari Direktur IIPIA dengan mengacu pada Nota Kesepahaman kerjasama Bidang Ilmiah dan Kebudayaan antara pemerintah Arab Saudi dengan pemerintah Republik Indonesia tahun 1981 dan Surat dari Kementerian Agama Tahun 2002.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Moh. Isom Yusqi, dalam keterangannya, Kamis (12/04) menyebutkan bahwa IIPIA kalau mau diakui harus senantiasa tunduk pada sistem pendidikan yang ada di Indonesia.

"Kurikulum yang diajarkan oleh IIPIA harus mengakomodir 8 Standar Nasional Pendidikan. Dan yang harus diperhatikan, walaupun didirikan oleh Kerajaan Arab Saudi, IIPIA harus mengajarkan kewarganegaraan yang bertujuan menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa Indonesia," kata Guru Besar pada salah satu perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia Timur ini.

Institut Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab ini, menyelenggarakan 2 (dua) Program Diploma II (DII) yaitu; Ekonomi Syari`ah dan Bahasa Arab. Sedangkan untuk Program Sarjana (S1) yaitu Ilmu Syari`ah. "Menurut Permen Ristekdikti, Nomor 100 Tahun 2016 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta, Pendirian Institut terdiri atas paling sedikit 6 (enam) Program Studi pada program sarjana. Untuk IIPIA ini ada perlakuan khusus," kata Profesor Isom.

Konsekuensi terhadap perubahan bentuk ini, menurut Sesditjen Pendis, kampus harus melaporkan ke Sistem Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD-DIKTI) selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak keputusan pemberian ijin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama ditetapkan.

"Institut Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab juga wajib melakasanakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan melaporkan hasil penyelenggaraan program studi paling lambat satu bulan setelah akhir setiap setiap semester kepada Menteri Agama melalui Dirjen Pendidikan Islam dan PD-DIKTI," kata Isom Yusqi.

Ahmad Sarwat (dari berbagai sumber)


EmoticonEmoticon