Selasa, 04 Juli 2017

Kekuasaan Dapat Merusak Kerja Otak


Tahu gak sih...apa yang paling bikin saya kepo? Cara kerja otak manusia ! Begitu vital, kompleks, otonom, penuh misteri dan sangat berpengaruh untuk suatu tindakan yang dilakukan seseorang.
Nah, ditengah-tengah demam mendera, lemah, letih, lesu, lunglai, nan lebay 😂😂😂. Saya nemu satu artikel menarik: "power cause brain damage" di the atlantic, salah satu laman website favorit saya utk update perkembangan riset tentang neuro science, cukup menjawab penasaran saya tentang kenapa sih pejabat korupsi dg berbagai fasilitas VIP yang sudah mereka terimanya?

Agama? Jelas tidak efektif menjadi fungsi pengendali 'nafsu' korupsi hari-hari ini. OTT pun marak di Bulan Ramadhan kali ini, rasa malu...jelas sudah gak ada 😊 Jadi apa sih yg membuat penggede-gede itu korupsi?

Well, ternyata kekuasaan/ rasa berkuasa itu memiliki tendesi menyebabkan kerusakan otak. Kekuasaan itu bagai candu yang mempengaruhi otak bagian simpati dan empati. Kekuasaan menurunkan kemampuan otak manusia untuk 'membaca orang lain' . Gak heran sejarahwan Henry Adams mendeskripsikan kekuasasn sebagai semacam tumor yang membunuh kemampuan simpati pengidapnya 😂

Hmmm, jadi kekuasaan ada kencenderungan membuat orang terlatih hanya berpikir "me, myself & I". Nah, jika kita tarik ke kultur Indonesia yg namanya pejabat itu kan masih menjadi sesuatu yang previllege yg tak heran berbagai cara dan upaya dilakukan untuk mempertahankan bukan. Termasuk korupsi yg menjadi pilihan. Karena mereka kehilangan rasa empati pada orang lain, sehingga semua hal dianggap transaksional.

Ngeriiik yah 😂 Nah, salah satu case study dari penelitian ttg pengaruh kekuasaan terhadap otak manusia itu adalah Winston Churcill.  Sosok Churcill sbg sosok penting dibalik perdamaian dunia pasca Perang Dunia II dan kebangkitan Inggris jauh dari kesan keblinger kekuasaan karena ternyata memiliki mekanisme kontrol kuat dari sang istri. Yang sangat mengenal sosok Churcill bahkan tahu tone suaranya berubah. Hal ini membuat Churcill tetap "stay in the ground" tidak kehilangan essensinya sbg manusia.

Kebayang gak sih kalau penelitian itu dilakukan di Indonesia. Hehehe...kasus Bengkulu mungkin akan menjadi case study paling menarik untuk premis: kekuasaan menyebabkan kerusakan otak permanen. Tak lagi bisa merasa simpati, tak lagi kenal rasa malu, tak lagi bisa merasa peduli...apapun sah dilakukan demi kekuasaan dan yg penting diri happy....Oh, Sweet Lord 😑. Ah sudahlah...gara2 kepo gw, kepala jadi cnut-cnut lagi neh.


EmoticonEmoticon