Senin, 27 November 2017

Hati-Hati! Jangan Remehkan Bengkak Karena Infus


Dosen PPBA UIN Maliki Malang


Barusan melihat berita di TV One bahwa ada malpraktik yang dilakukan oleh sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. 2 jari bayi harus diamputasi gara-gara ketika perawat yang menginfusnya sembrono memasang sehingga tangan bayi mengalami bengkak sampai berwarna kehitaman. Saya juga pengalaman yang sama dengan kejadian diatas. Alhamdulillah, untungnya tidak sampai terjadi mal praktik tersebut.

Aza (buah hati saya) sejak kecil (umur dibawah 1,5 tahun) sering mengalami sakit-sakitan. Sehingga, menjadikan saya dan istri akrab dengan puskesmas di daerah kami. Suatu ketika, perawat yang hendak memasangkan infus bukan perawat biasanya yang kami jumpai sebelumnya. Saya lihat dan saya amati perawat yang hari itu, dari segi menangani pasien dan cara meng-infus-kan ke Aza sedikit canggung dan terkesan tidak profesional. Dalam hati berkata; “Hemmm… Perawat yang masih belajar atau baru lulus kayaknya”. Saya tidak menaruh curiga waktu itu namun sedikit was-was.

Namun esok harinya, tangan Aza yang kena infus mengalami sedikit pembengkakan dan makin lama bengkakan itu kian membesar. Saya dan istri menjadi takut hingga akhirnya saya datangi kantor puskesmas di sebelah ruang inap Aza.

Saya: Permisi, mas/mbak… Saya ada keluhan; tangan anak saya kok agak bengkak ya, ketika kemarin di infus? Mohon di cek sekarang!
Perawat : Iya, pak. Sebentar lagi, ya…
Saya: Saya mau sekarang, mbak! (suara agak saya keraskan)

Perawat yang saya ‘bentak’ tadi langsung ngeloyor dan memasang muka cemberut serta langsung menuju ruangannya Aza.

Istri: Gimana, suster? Bengkak seperti ini gak bahaya, kah?
Perawat: Oh, gak apa-apa, bu… Ini sudah biasa,kok… Paling, nanti sore sudah normal kembali.

Saya yang menyaksikan aksi perawat tersebut masih kurang yakin dengan cara penanganannya yang terkesan meremehkan. “Masak, tangan anak saya bengkak yang tidak wajar dikatakan baik-baik saja?”. Perasaan geram dan marah berkecamuk dalam hati saya waktu itu. Istri saya menenangkan saya agar mengikuti kata perawat tersebut.

Sore harinya, tangan Aza masih saja bengkak dan malah bertambah membesar. Aza mengerang kesakitan sejak tadi pagi karena tangannya membengkak. Saya yang tidak sabaran dari tadi siang, mendatangi lagi kantor puskesmas dengan sedikit jengkel dan mengeraskan suara;

“Mas/Mbak, ini gimana anak saya di kamar 10 itu? Kok tidak ada tindak lanjut dari perawat yang menengok atau melihat perkembangan anak saya?”. Saya kemudian menambahkan; “Mana dokter jaganya?”.

“Maaf, pak. Dokter jaganya baru datang nanti jam 5 sore”, kata perawat yang lain agak ketakutan.

Saya lihat jam di tangan saya menunjukkan angka 15.30, masih kurang satu setengah jam lagi. Duuuh, kasihan Aza sejak tadi merintih kesakitan gara-gara tangannya terus membengkak. Karena tidak sabar, saya minta salah satu perawat untuk melepaskan infus di tangan Aza.

Saya lihat ada perawat agak senior sedikit ‘mengancam’ saya, “Kalau infus dilepas, bapak yang bertanggung-jawab sendiri kalau ada apa-apa dengan putra Bapak! Kalau masih ngengkel sampean Pak, sampean tanda-tangan disini!”.

“Bismillah… Allahumma yasyfi… Anta As-Syaafi, ya Allah… Inni tawakkaltu ‘alaik”, saya segera membubuhkan tanda tangan agar perawat tersebut ‘terbebas’ dari kesalahan apabila nantinya ada apa-apa terhadap anak saya.

Infus segera dilepas. Aza yang sedari tadi merintih dan merasakan kesakitan pada tangannya yang membengkak, lambat laun terdiam dan kelihatan relax. Ba’da maghrib, tangan yang semula membengkak berangsur-angsur kembali normal.

Dokter jaga pada hari itu datangnya tidak tepat waktu. Seharusnya jam 5 sore, namun ia datang setelah maghrib. Coba kalau saya menunggu dokter jaga tersebut, bisa jadi Aza menjadi korban mal praktik yang membahayakan nyawanya seperti yang saya saksikan di TV barusan.

Maka dari itu, pesan saya terhadap orangtua agar jeli dan kritis menyikapi buah hatinya yang sedang dirawat di rumah sakit atau puskesmas. Jangan ‘hanya’ berpangku tangan dan ‘nerimo ing pandum’ apa yang dikatakan oleh perawat. Bisa jadi,perawat tersebut masih baru belajar atau baru lulus sehingga minim pengalaman.

Kritik saya, juga saya tujukan kepada Rumah Sakit dan Puskesmas agar tidak sembarangan untuk mempercayakan masalah memasang infus ini kepada perawat yang ‘masih bau kencur’ sehingga tidak terjadi mal praktik yang membahayakan.

Semoga menjadi renungan dan ibrah bagi kita semua…


EmoticonEmoticon