Senin, 27 November 2017

Ibnu Sina : Sang Bapak Kedokteran Modern

Cerita dibawah ini hasil terjemahan dari mahasiswi saya yang bernama “Umi Fathimatur Roiva” dari Kitab Al-Arabiyyah Lin Naasyi’in Jilid 6 Wahdah 4, halaman 25 yang sedikit saya editing EYD-nya:


***************
Ibnu Sina lahir di kota Bukhara pada tahun 370 H, dan dikota itulah ia memulai perjalanan hidupnya. Kota Bukhara adalah tempat berkumpulnya para ulama sain dan sastrawan-sastrawan terkemuka. Hal ini wajar, karena kota Bukhara merupakan pusat dari khasanah keilmuan dan tempat perpustakaan-perpustakaan besar saat itu. Factor inilah yang menjadikan Ibnu Sina kecil mempunyai ruang dan kesempatan untuk belajar dan berkembang diatas naungan para saintis dan ulama’. Disamping itu, ayahnya juga mempunyai andil besar dalam mengarahkan Ibnu Sina untuk bisa berguru kepada beberapa ulama’ dan cendekiawan diatas, yang harapannya di masa mendatang agar Ibnu Sina kecil bisa menjadi salah seorang cendikiawan muslim seperti mereka. Ibnu Sina telah hafal Al-Qur’an dan menguasai dasar-dasar fiqh dan bahasa arab belum genap umurnya 10 tahun.

Semenjak kecil, Ibnu Sina gemar mempelajari berbagai macam ilmu dan membaca berbagai macam buku termasuk buku-buku Yunani. Dan dalam umur belasan tahun, ia sudah menguasai dasar-dasar ilmu kedokteran dari buku-buku yang ia baca dan pelajarinya itu. Sampai-sampai, para dokter di zamannya mengakui kalau Ibnu Sina kecil itu adalah seorang yang jenius dan bakal menjadi seorang dokter yang paling hebat dimasa dewasanya kelak. Semenjak saat itu, Ibnu Sina jadi tersohor seantero Bukhara dan banyak orang berbondong-bondong untuk berobat kepadanya. Disaat itu pula, banyak dokter-dokter yang senior pun tak ketinggalan untuk meminta arahan dan belajar dari Ibnu Sina. Karena jasanya kepada masyarakat dalam mengobati orang sakit itulah menjadikan khalifah di masa itu untuk memanggilnya ke istana serta memberi akses untuk mempelajari buku-buku kedokteran yang ada di perpustakaan kerajaan.

Selain kedokteran, Ibnu Sina ternyata juga menguasai berbagai macam bidang ilmu. Diantaranya yaitu matematika, ilmu astronomi, ilmu alam, ilmu filsafat, music, ilmu logika dan lain sebagainya. Ibnu Sina memiliki kedekatan dengan cendikiawan lainnya sehingga sering berdiskusi dengan ahli-ahli tersebut sehingga bertambah luaslah ilmu dan wawasan Ibnu Sina.

Ibnu Sina dewasa telah mengumpulkan buku-buku yang berkaitan dengan ilmu kedokteran sejak masa kecilnya. Dan hasil dari resume buku-buku tersebut, tercetuslah satu buku masterpiece Ibnu Sina yaitu “Qanun Fi At-Thibb”. Qanun Fi At-Thibb atau lebih dikenal di Eropa dengan nama Canon of Medicine menjadi sumber dari segala sumber buku kedokteran waktu itu hingga merambah ke Eropa dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan 10 bahasa asing lainnya di abad ke-15 M yang telah mencapai 30-an kali cetak ulang. Disamping itu, di abad tersebut Canon of Medicine menjadi buku diktat utama yang diajarkan di fakultas kedokteran Universitas-universitas di Eropa seabad kemudian hingga berakhir abad ke-17 M.

Ibnu Sina adalah dokter yang pertama kali menemukan dan mencetuskan obat bius dalam sebuah operasi. Ia juga orang yang pertama yang kali melakukan operasi cesar bagi ibu hamil yang tidak bisa melahirkan secara normal karena Sang Ibu menderita diabetes tinggi.

Hidup Ibnu Sina sering berpindah-pindah dari kota satu ke kota yang tak lain adalah bertujuan untuk memperluas dan mengenalkan Qanun Fi At-Thibb dan mengembangkan keilmuan-kelimuan lainnya sehingga bertambahlah pengetahuannya serta menjauhkan dirinya dari dunia perpolitikan di zamannya.

Ketika Ibnu Sina mengalami kesulitan dalam suatu kasus atau ilmu yang tidak dipahaminya, ia pergi ke Masjid untu tafakur dan meminta pertolongan Allah agar memberinya petunjuk. Sehingga Ibnu Sina disamping tersohor sebagai seorang cendikiawan, ia juga terkenal menjadi seorang yang ahli ibadah karena tidak pernah jauh dari Masjid.

Ibnu Sina tidak hanya diakui oleh cendikiawan timur (baca; muslim), namun ia juga mendapat pengakuan dari cendikiawan barat (baca; eropa) karena pengabdiannya terhadap dunia kedokteran modern. Maka, Ibnu Sina mendapat gelar abadi yaitu sebagai "Bapak Kedokteran Modern".

Hingga wafatnya, Ibnu Sina telah mengarang 276 buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan, yang tentu saja mayoritas dari karangannya adalah buku-buku yang berkaitan dengan ilmu kedokteran yang anehnya buku-buku karangan tersebut masih ada di perpustakaan-perpustakaan di universitas Eropa. Dan juga, masterpiece Ibnu Sina “Canon of Medicine” juga masih utuh tersimpan disana yang telah di translate ke dalam bahasa latin. Ada lagi buku kedokteran yang fenomenal dari Ibnu Sina yaitu “Asy-Syifaa” yang terdiri dari 18 jilid yang juga masih tersimpan rapi disana.

***************

NB: Catatan ini adalah lomba menterjemah jilid 2 yang saya adakan di PKPBA UIN Maliki Malang kelas G-2 dari Kitab Al-Arabiyyah Lin Naasyi’in dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Maka, saya ucapkan selamat kepada Umi Fathimatur Roiva yang nilai terjemahan dan dzauq terjemahnya 88. Hadiah diberikan oleh Pak Heri Cahyo karena bersedia menyumbang untuk terjemahan terbaik.


Oleh : Erryk Kosbandhono
Dosen Bahasa Arab di PKPBA di UIN Malang



EmoticonEmoticon