Jumat, 23 Juni 2017

Meramadhankan Semua Bulan, Sanggupkah?

Ramadhan
Puasa tinggal dua hari lagi. Ramadhan kita tahun ini, Insyaallah cuma 29 hari, sehingga besok lusa, Ahad, 25 Juni 2017, kita sudah merayakan Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Sebagai Muslim, wajib kita bersyukur. Allah telah memberikan kita kemampuan lahir dan batin untuk dapat khusyuk beribadah di Bulan Suci ini. Semoga segala ibadah dan amal baik kita diterima, dan kita diperjumpakan kembali dengan Ramadhan tahun depan.

Jadi, bersyukur dan bergembira di akhir Ramadhan ini bagus. Harus, malah. Asalkan mensyukuri segala nikmat yang menyebabkan kita mampu turut menyemarakkan Ramadhan dengan kebaikan. Yang salah adalah bersyukur dan bergembira semata karena merasa segera terbebas dari kewajiban puasa, kemudian hendak berpesta pora saat Lebaran.

Yang terakhir itu jelas pola pikir kekanak-kanakan. Terlebih bagi yang puasa saja tidak, tarawih juga apalagi, dan sepanjang Ramadhan hanya ngopi kemudian malamnya main petasan, tetapi ikut-ikutan girang saat Lebaran, itu namanya rai gedek. Duh kah, kata orang Madura.

Tegasnya, kemeriahan Idul Fitri hanya absah dimiliki orang-orang yang berpuasa dan beramal baik sepanjang Ramadhan. Mereka inilah pemilik kemenangan dan kebahagiaan sejati, bukan para rai gedek tadi.

Dan, agar Ramadhan tahun ini menghasilkan sesuatu, harus ada satu atau dua amalan sunah yang kita lanjutkan setelahnya. Silakan pilih yang paling mudah dan sederhana. Misalnya, kalau selama Ramadhan rajin one day one juz, teruskan tilawah Al-Quran itu di hari-hari di luar Ramadhan. Kalau tidak mampu satu juz setiap hari, boleh setengah juz. Bahkan, sehari hanya mampu ngaji satu halaman pun tidak masalah.

Contoh lain, sunah dhuha. Ayo terus lakukan sunah dhuha itu di luar Ramadhan. Boleh delapan rakaat, enam, empat, bahkan dua rakaat pun monggo. Bukankah amalan sunah yang paling dicintai Allah, kata Rasulullah, adalah yang paling istikamah, kendati sedikit?

Kalau sunah dhuha, misalnya, sudah mampu kita kerjakan secara istikamah, selanjutnya kita tambah dengan ibadah lain, semisal tahajud. Teknis pengerjaannya masih sama. Kalau bisa, delapan rakaat, ditambah witir tiga rakaat. Tetapi, kalau dirasa berat, boleh enam, empat, atau dua rakaat saja. Bahkan, hanya mengerjakan witir tiga rakaat saja juga oke.

Jangan lupa, shalat malam ini, entah tahajud secara lengkap atau hanya witirnya saja, boleh dikerjakan habis isya sebelum tidur. Tetapi, tentu yang lebih utama adalah tidur dulu sehabis isya, lalu bangun antara jam satu hingga jam tiga malam, kemudian melakukan tahajud atau sekadar witir tadi.
Dan, lebih utama lagi apabila setelah itu lalu kita sambung dengan tilawah Al-Quran atau berdoa. Mau dimanfaatkan untuk membaca dan menulis juga bagus-bagus saja. Mana sukalah.

Intinya, harus ada oleh-oleh yang kita bawa pulang selepas Ramadhan. Prinsipnya, pilihlah amalan baik yang paling mungkin dilakukan. Dari yang ringan dan sedikit, kita tingkatkan pelan-pelan secara kualitas maupun kuantitas, sehingga sebelas bulan di luar Ramadhan menjadi bulan-bulan bernuansa ibadah sebagaimana bulan Ramadhan.

Inilah sebenarnya makna kalimat yang saya sebut sebagai judul renungan di atas. Akhirnya, dari saya, terima kasih telah meluangkan waktu membaca renungan-renungan saya selama sebulan ini. Sampai jumpa di Ramadhan mendatang. Selamat menyambut Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Oleh : M Husnaini


EmoticonEmoticon

:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:o
:>)
(o)
:p
:-?
(p)
:-s
8-)
:-t
:-b
b-(
(y)
x-)
(h)